Posted by : Ulul Albab LM Putra Thursday, April 17, 2014

1.       DEFINISI PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN

Pimpin   artinya   Bimbing,   Tuntun.   Memimpin   artinya ‘membimbing, menuntun dan menunjukan. Pemimpin atau leader ; ialah orang yang memimpin atau seseorang yang mempergunakan wewenang dan mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dalam mencapai tujuan organisasi atau institusi.
Beberapa ahli tentang pemimpin, di antaranya :
a.   Menurut Herbert A Simon. Pemimpin adalah seorang yang dapat mempersatukan orang-orang dalam mengejar suatu tujuan.
b.   Menurut Prof Dr H Arifin Abdurrahman. Pemimpin adalah orang yang dapat menggerakkan orang-orang yang ada di sekelilingnya untuk mengikuti jejak pemimpin itu.
            Kepemimpinan   adalah   kata   benda   dari   pemimpin. kepemimpinan memiliki beberapa pengertian, di antaranya :
a.   Cara seorang pemimpin mempengaruhi prilaku bawahannya agar mau bekerjasama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi.
b.   Seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, kemampuan untuk membimbing orang-orang yang ada di sekelilingnya.
c.   Seni untuk mengkoordinasikan dan memberi motivasi kepada individu dan kelompok guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dan sukses tidaknya seorang pemimpin melaksanakan tugas kepemimpinannya,  tidak  terutama  ditentukan  oleh  tingkat keterampilan tehnis (technical skills) yang dimiliknya, akan tetapi lebih banyak ditentukan oleh keahliannya menggerakkan orang lain untuk bekerja dengan baik (managerial skills).Dalam hubungan ini perlu ditekankan bahwa seorang pemimpin yang baik adalah seorang yang tidak melaksanakan sendiri tindakan-tindakan yang bersifat operasional, tetapi mengambii keputusan, menentukan kebijaksanaan dan menggerakan orang lain untuk melaksanakan keputusan yang telah diambil sesuai dengan kebijaksanaan yang telah digariskan.
Jika demikian halnya, maka setiap orang yang disebut pemimpin harus selalu berusaha untuk memiliki sebanyak mungkin sifat-sifat kepemimpinan yang baik, karena seorang pemimpin tidak seharusnya dan memang tidak pemah beroperasi dalam suasana vakum. Artinya, kepemimpinan di dalam suatu organisasi hanya efektif jika kepemimpinan itu diterima oleh orang lain yang disebut bawahan.

Perbedaan Pemimpin Formal dan Pemimpin Informal

Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Leadership is the activity of influencing exercised to strives willingly for group objective (George R. Terry;1977). Jadi dengan kata lain Kepemimpinan merupakan sebuah kemampuan yang dimiliki seseorang. Dapat dijabarkan bahwasannya perbedaan antara Kepemimpinan Formal dan Kepemimpinan Non Formal :

a. Kepemimpinan Formal adalah Jabatan yang dimiliki seseorang dalam kemampuannya meliputi proses mempengauhi orang lain dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Dimana Kepemimpinan Formal dalam jabatannya diperoleh dari suatu usaha tertentu dalam pencapaiannya.

b. Kepemimpinan Non Formal (Informal) adalah Jabatan yang dimiliki seseorang dalam kemampuannya meliputi proses mempengauhi orang lain dalam menentukan tujuan tertentu, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Dimana Kepemimpinan Non Formal dalam jabatannya diperoleh tanpa suatu usaha tertentu dalam pencapaiannya.

2.      CIRI-CIRI PEMIMPIN FORMAL
Pemimpin Formal :

1.      Berstatus sebagai pemimpin selama masa bakti/jabatan tertentu, atas dasara legalitas formal oleh penunjukan pihak yang berwenang (ada legitimasi).
2.      Sebelum pengangkatannya, dia harus memenuhi beberapa persyaratan formal terlebih dahulu.
3.    Ia diberi dukungan oleh organisasi formal untuk menjalankan tugas kewajibannya. Karena itu dia selalu memiliki atasan/superiors.
4.  Dia mendapatkan balas jasa materiil dan immaterial tertentu, serta emolument (keuntungan ekstra, penghasilan sampingan) lainnya.
5.      Dia bias mencapai promosi atau kenaikan pangkat formal, dan dapat dimutasikan.
6.      Apabila dia melakukan kesalahan-kesalahan, dia akan dikenai sanksi dan hukuman.
7.   Selama dia menjabat kepemimpinan, dia diberi kekuasaan dan wewenang antara lain untuk : menetapkan sasaran organisasi dan mengambil keputusan-keputusan penting lainnya.

3.      PEMIMPIN DI MADURA
Model Pemimpin madura saling terintegrasi, pemimpin formal terintegrasi dengan pemimpin nonformal. Korelasinya saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Karena secara kasat mata, pemimpin formal di madura hamper seluruhnya juga merupakan pemimpin nonformal di madura. seperti

a. Kiyai

Seperti kita tahu, penduduk Madura mayoritas memeluk Islam. Kenyataan ini kemudian menempatkan tokoh agama (kiai) pada posisi yang sangat penting dan sentral di tengah masyarakat. Bahkan, bagi masyarakat Madura, kiai dipandang tidak hanya sebagai subyek yang mengajarkan ilmu-ilmu agama, tetapi juga sebagai subyek yang mempunyai kekuatan linuwih. Itu sebabnya, ia juga berperan sebagai tabib, yang dimintai mantra atau jimat dalam segala urusan dan tempat belajar ilmu kanuragan.

Kiai membangun relasi kuasa melalui proses kultural, yaitu melakukan islamisasi. Beragam media kultural mereka ciptakan untuk membangun kesadaran keagamaan umat, misalnya, membangun langgar, pondok pesantren, dan sekolah agama. Di sini awalnya kiai melakukan transfer pengetahuan keagamaan, tetapi pada ujungnya menjadikan dirinya sebagai kekuatan hegemoni dalam mengonstruk bangunan kognitif dan tindakan sosial masyarakat.

Peran kiai di Madura sebagai pemimpin agama sangat dekat dengan hal-hal yang bersifat politik. Hal ini tidak dapat dielakkan karena kiai memiliki massa yang besar dan dengan sangat mudah menggerakkan massa (ummat) tersebut untuk kepentingan politik. Sementara sebagian massa tersebut adalah santri atau keluarga santri, atau mereka yang memiliki hubungan secara emosional keagamaan dengan kiai. Dari kekuatan tersebut kiai memiliki peran yang kuat dan berbeda dibandingkan masyarakat pada umumnya.

Agama dan Politik:Kiai Sebagai Sentral

Pemimpin kegamaan di Madura terdiri dari tiga kelompok, yaitu;santri, kyai dan haji. Murid yang menuntut ilmu disebut santri, guru agama yang mengajari santri disebut kyai, dan mereka yang kembali dari menunaikan ibadah haji ke Mekkah dan Madinah disebut haji. Ketiga kelompok tersebut berperan sebagai pemimpin keagamaan di Masjid, Musholla, acara ritual keagamaan dan acara seremonial lain, dimana mereka berperan sebagai pemimpinnya. Diantara ketiganya, kyai merupakan tokoh yang paling berpengaruh, dan oleh Kuntowijoyo, kyai Madura disebut dengan elit desa.

Pengetahuan yang mendalam tentang Islam menjadikan mereka paling terdidik di desa. Beberapa kiai selain tetap menyampaikan keahliannya soal-soal agama, juga dapat meramalkan nasib, menyembuhkan orang sakit dan mengajar olah kanuragan. Kyai Madura dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis;guru ngaji, yang mengajarkan al-Qur’an, guru ngaji kitab yang mengajarkan berbagai jenis ilmu agama, dan guru tarekat yang disebut juga pemimpin tarekat.

Peranan kiai di Madura sangat penting, dan orientasi masyarakat Madura adalah kiai, tidak pada kepemimpinan birokrasi. Pandangan ini yang kemudian dimaknai “kegagalan” integrasi politik dan ekonomi Madura dalam sistem nasional, sebagaimana ditunjukkan oleh tipisnya pengaruh partai pemerintah dalam beberapa kali Pemilu. Dalam penelitian Towen-Bouswsma (1988) dan Joordan (1985) disimpulkan, bahwa terdapat indikasi yang sangat kuat adanya “kegagalan” pemerintah dalam mengintegrasikan sistem politik dan ekonomi yang bersifat nasional dalam kehidupan masyarakat Madura.   

Pandangan kedua peneliti tersebut dibantah oleh Kuntowijoyo yang menyatakan, bahwa kuatnya pengaruh kiai di tengah masyarakat Madura karena faktor ekologi dan sistem sosial. Ekologi tegalan hingga sekarang masih dominan. Apa yang dikenal dengan “Revolusi Hijau” dan “Revolusi Biru” di bidang pertanian tidak mampu merubah sistem sosial, politik dan kultural Madura. Ekosistem tegal sudah menjadi satu dengan masyarakat Madura, sehingga sulit untuk memisahkan pengaruhnya pada organisasi sosial dan sistem simbol masyarakatnya.

Pola ekosistem tegalan di atas dimaksudkan untuk menujukkan pola pemukiman dan sekaligus organisasi desa. Di Madura, sama halnya di Jawa, pola pemukiman persawahan mengelompok pada satu induk (nuclear village) dengan persawahan di sekitar desa. Akan tetapi, karena jumlah sawah tidak teralu berarti, maka pola pemukiman semacam itu jarang terjadi. Kebanyakan desa mempunyai pola desa tersebar (scattered village), dimana perumahan penduduk terpencar dalam kelompok-kelompok kecil. Untuk mempersatukan desa-desa yang terpencar itu, perlu ada jenis organisasi sosial lain yang mampu membangunkan solidaritas . Di sinilah letak pentingnya agama dan kiai di pedesaan Madura.

Karena desa tidak dipersatukan dalam suasana ekonomi, maka sistem simbol menjadi lebih kuat. Demikian juga, karena terpencar, perlu ada pengikat yang menjembatani pemecahan desa. Dalam hal ini agama menjadi “organizing principle” bagi orang Madura. Pertama, agama memberikan collective sentiment melalui upacara-upacara ibadah dan ritual serta simbol yang satu. Misalnya, di Madura orang juga terpaksa membangun Masjid desa untuk melaksanakan ibadah jum’at secara bersama, karena dalam ketentuan syariat, tidaklah sah shalat jum’at yang tidak dihadiri 40 orang jamaah. Keharusan agamalah yang menjadikan masyarakat Madura menjadi masyarakat dengan membentuk organisasi sosial, yang didasarkan pada agama dan pada otoritas kiai. Masyarakat sipil yang dibangun di atas masyarakat desa hanya menjadi organisasi supradesa yang berada di permukaan, tetapi tidak mempunyai raison d’etre-nya sendiri.

Sebagaimana masyarakat patrimonial yang memegang teguh hierarki, posisi kiai sebagai pemimpim keagamaan dalam masyarakat Madura menjadi sangat kuat. Kekuasaan sosial terpusat pada tokoh-tokoh yang secara tradisional keberadaannya sangat dibutuhkan untuk mempersatukan mereka, bukan karena dipaksakan maupun keinginan para tokohnya. Dalam konteks inilah yang awalnya peran kiai hanya menyempit dalam area keagamaan kemudian melebar ke kawasan sosial dan bahkan politik.

Selain itu, pandangan hidup orang Madura antara lain tercermin dalam ungkapan bhuppa’ bhabbu’ ghuru rato. Pandangan ini menyangkut filosofi kepatuhan orang Madura pada bapak, ibu, guru dan raja (pemimpin formal), yang mereka sebut sebagai figur-figur utama. Dalam kehidupan sosial budaya orang Madura terdapat standard referensi kepatuhan terhadap figur-figur utama secara khirarkikal . Sebagai aturan normatif yang mengikat kepada semua orang Madura, maka palanggaran atau paling tidak—melalaikan aturan itu—akan mendapat sangsi sosial secara kultural.

Kepatuhan kepada guru merupakan aturan yang sangat normatif yang menjadi dasar bagi setiap makhluk di dunia. Bagaimana dengan kepatuhan kepada guru di Madura? Pada tataran ini Wiyata lebih menggaris bawahi bahwa tidak semua masyarakat dapat mematuhi guru sekuat orang Madura. Bagi orang Madura, guru (kiai) merupaka jaminan masalah moralitas dan masalah-masalah ukhrawi, maka kepatuhan orang Madura kepada guru didasarkan pada alasan tersebut. Sementara rato dalam sejarah Madura banyak dipegang oleh para kiai. Dari sinilah filosofi tersebut sangat kuat dan menjadi penanda identitas kultural orang Madura. Dari sini dapat dilihat bahwa ketaatan orang Madura pada kiai karena memang filosofi hidup mereka yang sangat kuat terbentuk sejak dini.

b. Blater
Adapun struktur ekologis wilayahnya yang tandus dan tidak produktif telah menyebabkan masyarakatnya mengalami kemiskinan sosial-ekonomi. Di samping memang adanya pengalaman masyarakat Madura di masa kapitalisme kolonial yang mengalami proses eksploitasi dan dehumanisasi. Kenyataan ini melahirkan perilaku kriminal di tengah masyarakat. Di sinilah blater muncul. Dalam konsepsi masyarakat Madura, blater adalah orang yang memiliki kemampuan olah kanuragan, dan kekuatan magis yang (biasanya) mereka digunakan dalam tindak kriminal. Bagi masyarakat Madura sendiri, ada dua pandangan mengenai sosok blater ini. Ada blater yang memberikan perlindungan keselamatan secara fisik kepada masyarakat, berperilaku sopan dan tidak sombong. Namun, ada juga blater yang disebut “bajingan” karena tidak menjalankan peran sosial yang baik di masyarakat.

Mereka ditakuti masyarakat karena keberingasan sosialnya. Kelompok itu dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, seperti kepentingan politik. Hubungan antara kiai dengan kelompok blater cenderung bersifat simbiosis, saling membutuhkan, walaupun fungsi dan peranan sosial mereka antagonistic. Tidak sedikit, seorang kiai atau haji memiliki latar belakang sosial sebagai blater sehingga kadang-kadang perangai blater-nya tetap muncul, sekalipun mereka sudah menyandang symbol-simbol keagamaan Islam tersebut.

Kaum blater masih dominan di posisi sebagai elite pedesaan, belum merangkak secara cepat layaknya kiai yang begitu eksis dan tampil dominan sebagai elite perkotaan. Blater sebagai orang kuat di desa masih tampil cukup dominan. Di pedesaan, komunitas blater masih memainkan peran sebagai broker keamanan dalam interaksi ekonomi dan sosial politik. Selain itu, tak sedikit yang bermain di dua kaki, selain sebagai broker keamanan juga sebagai tokoh formal, yakni menjadi state apparatus dengan cara menjadi klebun (kepala desa). Di banyak tempat di pedesaan Madura, tak sedikit klebun desa berasal dari komunitas blater atau dipegaruhi oleh politik perblateran.

Berbeda dengan kiai, dalam membangun kekuatan sosial, blater melakukannya melalui praktik-praktik kriminal, seperti carok, sabung ayam, dan modus pencurian dan perampokan. Blater yang sudah kembali hidup normal dalam masyarakat biasanya menjadi penengah dan mediator yang baik dalam menyelesaikan konflik antaranggota masyarakat. Itu sebabnya, ideologi sosial yang mereka bangun adalah membantu masyarakat. Dua kekuatan ini, dalam konteks pembentukan karakter masyarakat Madura, perannya sangat terasa. Tradisi blater, misalnya, telah membentuk karakter masyarakat Madura yang keras dalam membela harga diri.

c. Perempuan atau Wanita Madura
Catatan VOC Daghregister tanggal 15 September 1624 “Orang Madura nyatanya bukan hanya laki-laki yang ikut berperang, akan tetapi perempuan pun ikut berperang dan peperangan tersebut tidak kalah dari laki-laki. Apabila ada laiki-laki yang luka dibagian punggungnya, maka oleh tentara wanita dibunuh sekalian, sebab dibagian punggung tersebut menunjukkan laki-laki tersebut melarikan diri dari peperangan yang kemudian dikejar oleh musuh sampai berhasil dilukai. Akan tetapi lukanya dibagian depan, maka oleh para wanita madura segera di obati, karena luka yang demikian menunjukkan bahwa luka yang diakibatkan dari pertempuran yang berhadap-hadapan. “

Dari penggalan-penggalan kalimat tersebut, memberikan gambaran bagaimana wanita Madura sangat berperan dalam membantu keberhasilan perjuangan kaum laki-laki. Disamping itu, para wanita Madura berperan besar dalam membangun karakter kaum laki-laki Madura sebagai pejuang yang tangguh, pantang menyerah dan berjiwa kesatria dalam membela kehormatan dan kedaulatan bangsa dan negaranya.

Nilai-nilai inilah yang senantiasa diturunkan dari generasi ke generasi dan karakter tersebut tetap berlanjut dan menjadi bagian integral dalam prinsip-prinsip hidup masyarakat Madura hingga saat ini.
Dengan demikian, dapat ditarik suatu garis tegas bahwa peran wanita Madura memiliki peran setara dengan kaum lelakinya, baik dalam kehidupan sehari-hari, bahkan dalam peperangan sekalipun. Bahkan dalam konteks-konteks tertentu peran wanita Madura terlihat sangat keras dan sangat menentukan keberhasilan kaum laki-laki, tanpa mengesampingkan posisi laki-laki sebagai pemimpin dan pelindung kehormatan wanita.


PERGESERAN NILAI PEMIMPIN MADURA

Selain kiai masih memainkan peran sesuai dengan statusnya sebagai seorang kiai, ia tidak akan menuai “gugatan” umatnya. Akan tetapi, dalam hal politik praktis, akhir-akhir ini, ada pergeseran pandangan masyarakat terhadap para kiainya .Masuknya kiai didalam ranah politik, baik sebagai politisi, maupun sebagai pejabat politik didaerah, seperti sebagai bupati atau ketua DPRD, sering mengundang apresiasi negative masyarakat atau umatnya. Tidak ada larangan bagi sesorang kiai untuk memiliki usaha ekonomi.yang penting,dalam hal ini adalah kiai itu tidak terlibat langsung dalam kegiatan usaha ekonominya.Dikatakan,di madura ini para kiai juga banyak yang menanam tembakau. Artinya,kiai itu bertani. Tetapi,proses penanaman dan kegiatan produksinya itu dilakukan oleh santri-santrinya atau diperkerjakan/dipercayakan kepada orang lain.santri-santri tersebut tidak dibayar karena yakin para santri akan memperoleh barokah kiai.

Jadi, kyai tidak menanggani kegiatan tersebut secara langsung. Kalau kyai sendiri yang terjun berdagang atau bertani, hal seperti ini akan tidak dihargai oleh masyarakat. Sebaliknya, jika urusan bertani dan berdagang diserahkan atau dipercayakan kepada orang lain, walaupun modal usahanya dari kiai, tidak berpengaruh apa-apa terhadap martabat kiai. Di Madura ini sulit masyarakat menerima seorang kiai yang merangkap sebagai petani atau pedagang sebagaimana layaknya petani atau pedagang yang sesungguhnya.

Ada satu hal yang membuat pergeseran ini lebih Nampak ekstrim, yaitu jika dulu pemimpin itu dihormati dan ditati, kali ini pemimpin hanya ditakuti


PROFIL PEMIMPIN MADURA







R. KH. Fuad Amin

R. KH. Fuad Amin adalah salah satu putera terbaik Kabupaten Bangkalan yang dilahirkan pada tanggal 1 September 1948. Lingkungan keluarga dan masyarakat yang dikenal sebagai masyarakat pesantren merupakan factor dominan yang membentuk karakternya. Sejak kecil beliau diasuh dengan bimbingan moral yang luhur, tata krama adiluhung, serta pendidikan pesantren dan keagamaan yang ketat. Dalam dirinya  selalu ditanamkan sikap untuk senantiasa mencontoh dan mentauladani tokoh tokoh dalam lingkungan keluarga dan masyarakat yang dianggap mempunyai karismatik yang patut dijadikan panutan. Hal ini telah menjadikan R. KH. Fuad Amin sebagai pribadi religius sekeligus suri tauladan bagi mayarakat Bangkalan.

Meskipun dibesarkan dalam masyarakat pesantren, pendidikan R. KH. Fuad Amin justru kemudian beliau menempuh pendidikan sarjana sehingga memperoleh gelar S.Pd di STKIP Bangkalan. Semasa muda, suami dari Siti Masnuri ini telah menunjukkan bakat kepemimpinannya. Beliau pernah aktif di organisasi KAMMI (1966-1967). Sebagai ulama R. KH. Fuad Amin dikenal melaui kiprahnya di bidang kemasyarakatan. Beliau yang pernah dipercaya sebagai wakil ketua Badan Silaturahmi Ulama Madura (BASRA). Selain itu juga, pengasuh Pondok Pesantren Syaichona Cholil Bangkalan ini pernah berperan sebagai utusan khusus penanganan pengungsi Sampit dari Presiden Republik Indonesia pada Tahun 2001.

Selain sebagai ulama R. KH. Fuad Amin, yang merupakan cicit dari ulama besar Syaichona KH. Moch. Kholil juga dikenal melalui kiprahnya dibidang Politik. Sebelum terbentuknya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) beliau dikenal sebagai salah satu tokoh dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Dengan jabatan terakhir sebagai Ketua DPC PPP Bangkalan periode 1996-1998.

Selanjutnya beliau memutuskan untuk pindah ke PKB dengan jabatan sebagai wakil ketua DPW PKB Jawa Timur (1998-2001) dan anggota Dewan Syuro DPW PKB Jawa Timur 2002 dan menjadi ketua dewan Syuro PKB Jawa Timur peiode 2008 – 2013. Dalam perjalanan politiknya R. KH. Fuad Amin berhasil mendapatkan kepercayaan menyampaikan aspirasi masyarakat Jawa Timur dengan menjadi anggota DPR-MPR RI (1999-2003), dan kemudian menjadi Bupati Bangkalan Periode 2003-2008 selain itu, pada saat ini Beliau dipercaya sebagai Ketua Umum DPC PKB Bangkalan Periode 2007-2012.

Selama Kepemimpinan Beliau sebagai Bupati Bangkalan periode 1993-1998, kegiatan pembangunan di Kabupaten Bangkalan berjalan dengan baik dan maju pesat. Termasuk terciptanya iklim dan suasana daerah yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan. Beberapa program kegiatan pembangunan yang berhasil dilakukan antara lain: mulai dari program-program pengentasan kemiskinan sampai dengan pembangunan bidang pendidikan dan kesehatan serta meningkatkan keindahan kota dengan membangun sarana dan prasarana kota modern seperti: taman-taman kota, lampu-lampu hias, gedung olahraga, pendopo kabupaten, perbaikan dan peningkatan kualitas jalan-jalan daerah serta partisipasi yang tinggi dalam pembangunan Jembatan Suramadu pada sisi Madura terutama pada saat pembebasan tanah yang relatif tidak mendapatkan masalah yang berarti.

Pada bidang Kesehatan dan Keluarga Berencana, pada Bulan Juni 2007, Bupati R. KH. Fuad Amin menerima penghargaan “Satya Lencana Wira Karya” dari Presiden Republik Indonesia, merupakan penghargaan tertinggi dibidang Program Keluarga Berencana. Besar harapan seluruh masyarakat Kabupaten Bangkalan kiranya Bupati R. KH. Fuad Amin dalam masa kepemimpinannya di periode ke dua ini ( 2008 – 2013 ) dapat memimpin Kabupaten Bangkalan menjadi lebih baik lagi.


{ 1 comments... read them below or add one }



  1. 1. Bismillahir Rahmanir Rahim.

    Salam wa rahmah

    Tajuk: Dialog Muslim dll.

    Apa salahnya jika kalian membacanya kerana kalian bukan semestinya mengamalkan apa yang kalian tahu!

    Dialog Muslim:

    https://drive.google.com/file/d/1vBIZzkM_kGGQDGEtLUiYKH5GEMrKabmO/view?usp=drivesdk

    Sahabat bukan keluarga Nabi saw:

    https://drive.google.com/file/d/1sj7PbSeMVQnbcUGNf9C4PbK2fxNOQWYs/view?usp=drivesdk

    Renungan seorang Muslum:

    https://drive.google.com/file/d/14UkqCb2Lg8uIB5w4UOiQFWngE6lg8VPY/view?usp=drivesdk

    Beberapa Hadis Sahih al-Bukhari dan Muslim yg disembunyikan:

    https://drive.google.com/file/d/1yiHoydNprAnPuJaSfqdLXH-P1KSWbN6X/view?usp=drivesdk

    al-Istifa': Pilihan adalah Ahlul Bait as:

    https://drive.google.com/file/d/10GQ_ZKrtxKb_EPRYV6DC9KJ9XPu7NDsW/view?usp=drivesdk

    Tidak ada paksaan dalam agama

    https://drive.google.com/file/d/13HBhtVqb0xD8og-RQZffn2LKuy3MxQfk/view?usp=drivesdk

    Terima kasih was Salam.

    ReplyDelete

Popular Post

Friends

Waktu

Pengunjung

- Copyright © CATATAN ULUL ALBAB -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -