- Back to Home »
- Budaya »
- SELAMAT DATANG DI NEGERI SERIBU SURAU
Posted by : Ulul Albab LM Putra
Monday, March 24, 2014
“Pernah menyisir masyarakat-masyarakat pulau madura agak
pedalaman? tentu akan ada suatu hal yang menyita perhatian mata. Apakah itu?
Jawabannya adalah setiap rumah yang sesederhana apapun itu, sekecil apapun itu,
sekumuh apapun itu, pasti ada surau nya.! “
Surau, Langgar, atau yang lebih
familiar disebut mushallah merupakan identitas keagamaan masayarakat pulau
madura sejak dulu kala, selaras dengan budaya tanean lanjheng yang dipakai dalam penyusunan deretan rumah sebuah
keluarga dengan pola dua baris rumah berhadapan, dengan bengunan mushalla
dibagian barat sebagai ujung. Persis dengan model letter : U. Dengan asumsi setiap keluarga menggunakan model tanean lanjheng, maka jelas tek terhitung
jumlah surau atau langgar dipulau madura ini.
Hal tersebut sangat unik, tentu tidak
dapat dihitung jumlah surau dipulau madura ini. Setiap desa dipenuhi oleh surau-surau yang
pastinya diisi dengan kegiatan-kegiatan keagamaan. bahkan bukan hanya itu,
surau-surau tersebut menjadi identistas pasti masyarakat pulau madura. sehingga
tidak salah jika pada akhirnya stigma pulau madura menjadi positif. Terkesan
religius, taat beribadah, dekat kepada tuhannya.
Model pemukiman tanean lanjheng dipulau madura berlaku untuk sekelompok keluarga
besar, Kandung. terdiri atas kakek-nenek, ayah-ibu, anak-anak, cucu-cucu,
sampai cicit-cicit. Sistem demikian mengakibatkan ikatan kekeluargaan sangat
erat, sedangkan hubungan antar kelompok sedikit renggang karena pemukiman yang
menyebar dan terpisah. Meski, pada dasarnya interaksi antar penduduk masih
dapat dikatakan harmonis yang dikarenakan oleh kentalnya tradisi silaturrahmi
antar penduduk.
Sayangnya hal tersebut sudah tidak
berlaku lagi, pemukiman masyarakat pulau madura kini sudah mulai menyadur pola
pemukiman modern. individualistis, apatis, tidak peduli terhadap kehidupan
sekitar nya, dan lebih mementingkan ego masing-masing. Pergeseran dalam hal ini
berlangsung sangat cepat. akhir ’90-an saja masih banyak ditemui pola pemukiman
tanean lanjheng dan dan kegiatan
keagamaan yang sedemikian kental. Dan nyatanya kini, ditahun 2014 pola dan
model kehidupan masayarakat pulau madura sudah hampir tidak terlihat lagi,
khususnya di kota-kota besar.
pulau madura kehilangan
identitasnya.! pulau madura yang religius kini tinggal nama. masyarakatnya
mulai bangga dengan gaya hidup perkotaan yang individualis dan mengesampingkan
nilai-nilai kearifan lokal. Masyarakat pulau madura kini mulai tidak mengenal
satu-sama lain, hal ini ternyata diawali oleh gerakan transimgrasi dari
kota-kota padat di jawa menuju pulau madura. dan faktanya para transmigran
bukan hanya membawa dirinya untuk pindah, melainkan juga membawa gaya hidup,
budaya, serta tradisinya ke pulau madura.
Seharusnya masyarakat pulau madura
dapat menjadi pribadi yang Tangguh dan teguh pendirian. Tidak gampang
terpengaruh oleh budaya luar. Biarkan budaya yang baik tetap dipertahankan.
Apalagi dengan zaman yang sudah menginjak era globalisasi, dimana semua
terhubung dalam sekejap, serta dimensi jarak dan waktu yang sudah terdobrak,
penting rasanya agar masyarakat pulau madura faham, betapa pentingnya memegang
teguh nilai-nilai kearifan lokal. Memiliki identitas pasti, sembari menyongsong
perkembangan zaman.
pulau madura harus bangga akan
dirinya. Tidak perlu menjadi orang lain untuk terlihat baik. Lihatlah bali.
Meski tersebut sudah sedemikian maju. Masyarakatnya tetap berpegang teguh pada
budaya dan tradisinya. Sehingga kita kenal sebutan bali sebagai seribu pure.
dimana, sebutan itu berasal dari adanya pure di setiap rumah warganya. Besar
Harapan kedepan pulau madura dapat disebut dengan seribu surau. yang religius,
mengajarkan keteguhan dan kebanggan untuk menjadi diri sendiri. Apa lagi pulau
madura juga tidak kalah dengan bali, potensi wisatanya juga besar. Ada pantai
lombang, pantai slopeng, pantai siring kemuning, juga potensi wisata-wisata
lainnya, khususnya wisata religi. tapi jangan ada lagi ucapan “selamat datang di Pulau Seribu Surau (dulu).”
-Ulul Albab lm Putra-
Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Ilmu
Komunikasi
Universitas Trunojoyo pulau madura