Posted by : Ulul Albab LM Putra Thursday, December 6, 2012

Teet...teet....
Bel sekolah telah berderik nyaring, seluruh sisiwa hiruk-pikuk kembali ke kelas masing-masing. Dengan gaya masing-masing mereka mengekspresikan jalannya sekehendak mereka. Ada yang sambil ngemil, ada yang sambil godain cewek. . . dan yang lain-lainnya. Sifa pun turut masuk ke kelasnya. Di sini Sifa jadi pemeran utama, Sifa masuk ke kelas XI IPA 3,  kelas tercinta dan tersayang.
Dan...
Pas dia masuk.....
Suasana kacau.......
”Fa...si Arif lagi kesengsem ma cewek sebelah ,Fa....!” teriak Rico dari bangku tengah, mungkin si rico mau laporan, padahal ada yang gak terima lho....
”Eh...siapa yang bilang kalo yang Arif  naksir cewek lain ?” sungut tiara yang terkenal suka ngecengin si Arif. Cuma sayang CINTA BERTEPUK SEBELAH TANGAN..!
gue...!” Rico berdiri gagah
”Eh...lu ya. Ngomong apa-an sih, Arif tuch kecengan gue. Gak tau apaacahhh…!” sembur Tiara gak terima do’in ya di bilang naksir cewek lain…
“Hu….. ” koor seisi ruangan
”Dasar ganjen..!”  
”Sst...sst... Arif datang..!” Roy si ketua kelas ngasih instruksi agar  seisi ruangan diem... segera saja ibarat kerbau di cocok hidungnya seisi ruangan duduk rapih dan sok JAIM, padahal mereka bukan Aktor or Aktris... so, NORAK ABIS..!
”Ada apa-an sih ?” tanya Ariif gak ngeh ngeliat suasana adem-ayem gak karuan
”He...he...he” hampir semua isi kelas nyengir memelas sok jaga imeg (cuih)
”Ih..pada gila lu semua ya...” tutur Arif tambah pusing ngeliat teman-temannya kolokan semua. Aduh ribet ngadepin kelas gak normal kayak gini.

After that....

Suasana berangsur normal, gak lagi kacau balau seperti pas bel baru bunyi. Intinya temen-temen sekelas Sifa sudah gak lagi main kucing-kucingan. Tapi sayang... untuk beberapa saat ada sesuatu yang luput dari pantauan yang lain.. yakni sikap aneh Sifa. Hari ini Sifa si cewek kemayu, imut-imut, pinter plus smart ini lebih banyak termenung dengan tatapan kosong yang memebuatnya nampak menanggung beban ber ton-ton di pundaknya.
Sifa lebih suka menyorat-nyoret buku tulisnya dari pada peduli sama hal-hal yang temen-temennya pada lakukan. Dan ternyata Sifa gak hanya sekedar nyoret, Sifa sedang nulis puisi. Puisii cinta tepatnya...
Lama...
Tak ada yang memantau Sifa
Tapi akhirnya....
”Sreet....” bunyi buku sifa ada yang ngerebut
Rino si biang jahil merebut buku tulis Sifa yang ada puisi cintanya.
”WOI...SIFA BIKIN PUISI CINTA !” koar Rico pada teman-teman lainnya.
”HAH..?” Sontak seluruh siswa terkejut sampe-sampe mulut itu menganga... gak percaya  Sifa yang agamis banget berani nulis puisi, apalagi puisi cinta.
Sifa kaget...
Tulang-tulangnya terasa lolos semua, hati itu remuk redam melihat  Hal yang begitu pribadi baginya bisa diketahui teman sekelasnya. Meski niatan Rico Cuma untuk menggoda Sifa, tapi bagi Sifa ini adalah Aib besar. Ia merasa malu, bukan malu pada teman-temannya melainkan malu pada dirinya sendiri. Ia seharusnya menjelaskan semuanya, tapi sayang semuanya sudah terlambat. Teman-temannya telah lebih dulu menyorakinya dan tak mau menerima penjelasnnya
Selama beberapa mata pelajaran ia terus tercekam oleh perasaan gamang itu, sehinnga terpaksa ia ingin meluapkan segala emosinya. Ia ingin menangis. Menangis sepuas-puasnya. Sehingga tiada jalan lain...
”Maaf, bapak. Saya minta izin ke luar” kata Sifa
”Hm” sahut Guru pengajarnya

Dikamar mandi Sifa menangis sejadi-jadinya,dia ingin melepaskan beban yang ada. Karena sekarang harga dirinya telah hancur. Hancur berkeping-keping ibarat mozaik yang tengah pecah sehingga keindahan itu sirna sudah
”Akau harus bagaimana ?”
”Apakah semuanya akan menjadi cap buruk bagiku, padahal bukan itu maksudku. Ya Allah... Apa aku salah telah mencintainya dan memendanm rindu pada nya..?
***

Ternyata rasa galau, resah tidak hanya ia rasakan di sekolah saja, sifa membawa perasaan itu sampai ketika telah ada di rumahnya. Ia terus memikirkan peristiwa tadi siang, baginya itu bukan masalah sepele. Masak cewek berjilbab lebar gini nulis puisi cinta buat cowok. Tapi sifa sadar bahwa ia telah menulisnya. sebenanya Sifa tidak salah, karena siapun yang tahu lelaki yang ditulisi puisi oleh sifa, pasti akn terpaku dan merasakan hal yang sama dengan Sifa. Hanya saja teman-temannya tidak mengetahui duduk permasalahannya.
Batin sifa tertekan....
Tapi tertap saja si imut ini masih bisa tersenyum, karena sungguh ia amat-sangat mncintai lelaki tersebut. Baginya lelaki itu adalah bulan dalam gelap malam dan matahari di bekunya kutub. Jangankan bertemu, menyebut namanya saja ia sudah cukup merasakan ketentraman yang tak terlukiskan, karena ia adalah lentera bagi hidup Sifa.
Pagi pun datang....
Dan Sifa telah bangun dengan rasa tidak mau kalah oleh kokok-an ayam jantan yang selalu bersenandung ria di seantero pelataran bumi.
Alhamdulillahilladzi ahyana ba’da maa amatanaa wa ilaihin nushur” alunan doa terdengar dari bibir indah Sifa karena telah di bangunkan ­­ dalam keadan sehat dan nikmat yang bergelora di jiwanya. Meski sejatinya rasa kesal  kemarin masih terpercik di hatinya.
”pagi ini adalah hari baru, dan aku yakin akan ada jalan keluar untuk mengatasi masalah yang melandaku. Aku ingi teman-temnku mengetahui apa yang aku maksudkan ”ya Allah mudahkanlah jalanku”
Dan Allah mengabulkan do’anya
Di sekolah, tepatnya di mading sekolah telah terpampang pengumuman akan diadakannya lomba baca puisi sebagai peringatan tahun baru islam.
”AHA..!” sifa menjentikkan jarinya ”waktunya menjelaskan pada mereka, tentunya melalui lomba ini. Dan sampai saat itu tiba aku akan menunggu.”
Tapi dasar sifa  sebentar bahagia, sebentar susah. Lihat saja, entah karena apa ketika tiba di kelas dia segera dihujani komentar-komentar pedas bin nyebelin dari Rico cs. jadinya si Sifa malu luar biasa sampe-sampe potret wajahnya ibarat kepiting rebus, memerah menahan malu.
”ah... si cewek jatuh cintrong dateng” Ujar Rico
”wuih, bikinin puisi donk.....buat yayang Arif” Tiara membanyol
”ih...apaan sih lu tia,!” Arif ga’ terima di katain yayang ma Tiara
”Udah deh,liat tuh...si imut lagi terlena ma si doi” Roy si bijak pun turut buka suara.. 
Jadinya si Sifa kebat-kebit sambil nyariin tempat duduk yang pas. Berhubung Sifa malu bert otomatis dia gak berani duduk ma teman-temannya. Akhirnya Sifa terpaksa mojok sendirian. duh tragis !!!
***

Rasa-rasanya waktu berputar begitu lama. Meski nyatanya waktu berjalan normal, sungguh sifa yang polos tak bisa membantah atau pun protes. Semuanya ia terima mentah-mentah. Belum lagi masalah yang akan menerpanya. Dan inilah awal dari perjalanan Sifa.
Istirahat tiba, tapi itu sama saja bagi Sifa. Tiada bedanya dengan jam-jam sebelumnya. Sifa pun tak berani keluar kelas dan Ani, Dini, dan Hilda teman-teman se Aliran dengannya alias golongan jilbaber lebar menghampirinya.
”kok bisa-bisa nya kamu menulis puisi cinta buat cowa?” tanya Hilda
”iya, kok bisa sih. Katanya kita ini di larang pacaran, beukan kah kau yang mengatakannya.?” sambung Dini
”A..aku.. !” Sifa tergeragap
”jujur, kami kecewa padamu Sif... padahal dulu kau yang membuat kami seperti ini. Tapi sekarang ?” urai Ani penuh rasa kecewa.
”bukan seperti itu...!”
”terus apa..!?” bentak Ani,Hilda,dan Dini serempak
Sifa tersentak...
Air mata Sifa mulai menetes. Sifa tidak pernah merasakan kesepian seperti ini.ia takut sekaligus marah.
”kenapa kalian berkata seperti itu...?” kata Sifa terisak-isak ”padahal aku ..aku tidak bermaksud seperti yang kalian katakan. Aku...Aku hanya.....”
”bruuk ....!!!”
Sifa pingsan
”SIFA !!!” pekik Ani, Dini,dan Hilda histeris
Perasaan tertuduh seperti ini tak dapat di tahan oleh hatinya, apalagi sifa merasakan sudah tidak ada lagi orang yang percaya pada dirinya. Mungkin bagi Rico cs jatuh cinta, surat-suratan adalah hal biasa, tapi bagi Sifa, Hilda, Ani, dan Dini tingkah laku seperti tiu sangat di jauhi mereka. Tapi sekarang ? ketika sifa menghrapkan kepercayaan dari golongannya ia malah dicerca dan dimaki. Rasanya itu terlalui kejam bagi Sifa.
***

Berbagai tekanan seperti itu membuat sifa jatuh sakit, entahlah? Apakah sakit Sifa adalah sakit hati, atau sakit karena penyakit. Hanya saja badan Sifa begitu lemah, sehingga sudah seminggu Sifa terkapar lemah bekutat dengan sakitnya, padahal dua hari lagi lomba deklamasi puisi akan di gelar, dan Sifa berniat menceritakan semuanya pada waktu itu.
”Apakah seperti ini rasanya kesepian?” Tanyanya dalam hati di tengah-tengah sakitnya...
”Apakah semuanya harus terjadi seperti ini jika aku mencintaimu? Apakah seorang Sifa tidak boleh mempunyai orang yang bisa di cintai?”
”Ya...Rosulallah...SalamunAlaik....
Yarofi’asya Niwaddaraji....
Athfatayyaji.....Rotal’alami......
Ya......Uhailalju Diwal karomi”
Tanpa sadar Sifa bersnandung, menyapa kekasih hatinya. Duh Muhammad, Apa kabarmu...? seribu salam hanya untuk engkau, kerinduan yang ada tak bisa ku tahan....hanya Shalawat yang bisa ku ucap. Duh...Muhammad,begitu agung asmamu. Begitu indah kharismamu, maaf bukan maksudku untuk lancang, sungguh aku ngin memelukmu.......
Di tengah sakitnya itu Sifa terlelap dan mengembara jauh membawa jiwanya pada suatu padang yang begitu asing, Sifa sempat takut, tapi tak ada yang perlu dirisaukan perasaan khawatir itu tiba-tiba menguap, dan hilang tak berbekassehingga  perasaan begitu tenang ia rasakan saat ada di sana.
”Ah....aku di mana..?” Sifa kebingungan melihat tempat yang tak di kenalnya.
Tenanglah ...kau di tempat yang aman...
“Siapa kau?“ tanya Sifa
Lihatlah di belakangmu...
Ah.....
Sifa terkejut. Disana ada sosok bercahaya yang membuatnya silau, tapi tak jemu untuk memandangnya. Sosok itu di temani dua orang yang bediri di sampingnya seperti pengawal yang begitu menghormati tuannya. 
Sifa merengsek, mendekat.....
’’Aku dengar kau rindu padaku?“ Sosok itu bersuara
“Si....sipa kau“ Sifa terbata-bata
“Aku,Ya aku....!“ sosok itu tersenyum
“Ta....Tapi kamu siapa?“ Sifa tidak mengerti...........
Sosok itu tesenyum lagi, duh...Agungnya sosok itu, sosok berkharisma. Sebenarnya Sifa termenung melihat sosok itu, wajah itu walaupun menyilaukan tapi sangat teduh, terlebih semerbak harum yang mengelilinginya.sensasi yang begitu indah bisa ia rasakan. semua kenimatan yang pernah ia terima seakan-akan tak sebanding dengan kenikmatan memandang sosok itu.  Siapakah gerangan...?
’’Aku...Muhammad”
Degg............
”Apa?” Desisinya terkejut bukan main, perasaannya campur aduk. Ia ingin menangis tapi ia tak ingin pujaanya melihat air matanya. Ia... gembira. Sangat gembira sehingga meski air mata itu di tahannya tetap saja matanya nampak sembab berkaca-kaca.
Segenap perasaan tak tertahankan itu membuat kristal bening merembesi pipi Sifa, ia tidak tahu harus melakukan apa. Rasanya tubuhnya melayang, mengangkasa di nirwana sana. Dan air mata itu tumpah sudah...
”:Katanya kau merindukanku...”
Sifa tak menjawab
”Hei...” Sosok itu berdiri lembut dan mengelus kening Sifa yang tertutupui jilbab. seperti belaian kasih seorang ayah pada puterinya.
”Kau ingin bertemu denganku?”
”He-eh” Sifa mengangguk...........

Kembali sosok itu tersenyum, indah. Hanya saja kali ini sosok itu menghilang dari pandangan Sifa. Sifa kebingungan, ia menolehkan matanya ke seluruh mata angin tapi ia tak menemukan Rosul itu..... ia pun pasrah pada semua yang akan terjadi, dan sejujurnya ia amat bahagia bisa bertemu dengan kekasihnya.
Mimpi itu begitu indah, membawanya pada kebahagiaan yang membuatnya tersenyum. Dan apakah isyarat dari mimpi itu? Tiada yang tahu. memang mimpi tetaplah mimpi, entah itu isyarat ataupun bunga tidur. Semuanya hanya terjadi di alam bawah sadar, karena semuanya akan lenyap bila raga kembali sadar. Namun berbeda dengan Sifa,. Dia sadar dari tidurnya, lebih tepatnya ia bangun dari tidurnya dengan memori tentang mimpinya. Mimpi itu terus terngiang dalam benaknya. Ah.. mungkin begitulah nikmat bertemu dengan rosul. Siapa yang tidak iri...?
”Apa aku benar-benar bermimpi dengannya?” tanyanya pada dirinya
”Ya....Rosul, apa maksud dari semua ini?”
Sifa bangkit, tubuhnya masih belum begitu pulih, panas di badannya juga masih terasa. Tapi Sifa teguh untuk bangun...meskipun tubuh itu masih sempoyongan
                                                     ***     

Hari lomba di laksanakan.....
”Untuk memperingati tahun baru Islam, hari ini pihak sekolah mengadakan lomba baca puisi dengan tema ”Cinta untuk yang halal” Guru agama Sifa, pak Syahri memberikan pemaparan tentang lomba yang ada.
Deretan peserta sudah banyak yang siap untuk tampil, semuanya telah mempersiapkan dengan sunguh-sungguh. Begitu juga Sifa. Sifa nampak kontras dengan peserta lainnya, wajahnya masih pucat karena sakitnya yang belum sembuh. Tapi itu tidak membuatnya patah arang. Dengan tekad baja ia masuk sekolah dan mengikuti lomba ini demi memperkelkan cintanya.
Lombapun di mulai.......
Naskah di sediakan pihak panitia, ada yang berisi tentang cinta pada keluarga, saudara-saudara, juga pada temen-temen.....semuanya tampil dengan begitu memikat. Melakukan semuanya demi yang terbaik.
Tiba giliran sifa.
Sifa naik ke pentas. Nampak jelas wajah Sifa yang pucat pasi menahan demam. Dari kejauhan Ani, Hilda, dan Dini mengawasi gerak-gerik Sifa yang tengah menaiki panggung.
”Sifa..sifa..! kau ini munafik. Sekarang apalagi yang akan kau lakukan ? Apa kau kira aku dan yang lain percaya padamu setelah mengikuti lomba baca puisi itu.? Tidak Sifa..! tidak !!!” perkataan tajam Hilda masih jelas ada di benak sifa ketika tadi pagi ia bertemu dengan Hilda keika hendak mendaftar pada panitia lomba..
Perasaan sifa tambah sakit bila mengingatnya. Tapi semua perih dan luka di hati sifa tak mengurungkan semangatnya untuk maju dan melangkah ke altar suci tempat peraduan cintanya.
Assalamualikaum warahmatullahi wabarakatuh” Sifa mengucap salam mengawali penampilannya. Tidak tampak sedikitpun rasa gentar dari raut muka Sifa. Mungkin demi cinta apapun akan dilaksanakannya...!
”Maaf Bapak-Ibu Guru. Saya tidak akan membacakan puisi yang ada. Saya sudah menyiapkan puisi untuk diri saya sendiri. Meskipun tak sebagus puisi yang di sediakan. Tapi ketahuilah bahwa puisi yang akan saya bawakan adalah luapan dari hati saya yang paling dalam dan tulus.!” kata Sifa seraya mengeluarkan secarik kertas yang masih terlipat rapih dari sakunya dan membukanya perlahan.
”Bapak..Ibu...!” ucap Sifa lirih seperti merasakan sakit. ”Saya ingin mempersembahkan puisi ini untuk seseorang. Dia adalah pujaan hati saya.dn sungguh hati ini sangat mrindukannya. Di adalah Panutan, Guru, sekaligus Kekasih saya.”
Sifa menghela nafas sejenak dan berkata ”untuk teman-temanku Hilda, Ani, dan Dini perlu kalian ketahui bahwa aku tidak pernah berkhianat, aku hanya tidak mampu lagi menahan rinduku pada kekasihku. Dia tidak seperti lelaki biasa, dia adalah Rosul ku. Dan rosul kalian semua. Dia Muhammad rosululloh. Dan aku sangat mencintainya...”
”Baik saya akan mebacakannya judulnya adalah ”kau rembulanku
Sifa mulai membacanya. Dengan penuh penghayatan sifa menyenandungkan dan mengumandangkan perasaan hatinya. Tiada peduli badan itu lemah, tiada peduli suara tercekat habis, sifa tiada peduli..! ia hanya ingin menyelesaikan bacaan pusinya:

kau rembulanku
lelaki itu ....
penuh cahaya....
beragam pertanyaan tak mempu terucap
bila diri ini menatap wajah itu.
lelaki itu... Rembulanku
dengan sejuta amarah aku mengharu biru
mengenang rasa cintaku
demi ia, guru,panutan,sekaligus kekasihku.
teringat jelas
rembulanku terpekik sakit bila mana orang-orang mencecarnya
terasa pilu bila kuingat...
wajah itu penuh darah
bila mana batu-batu bertebaran menyentuh wajah sucinya.
ya  muhammad, kekasihku.
Kau adalah kekasih sejatiku.
Aku iri kekasihku. Aku iri...!!!
Mengapa aku hanya terdiam kaku. Padahal muhammad tak pernah meragu
Mengapa aku hanya bisa menangis
Padahal muhammad tak pernah mengemis
Mungkin hanya kisah cinta yang bisa bersaksi
Bahwa kau adalah cinta suciku
Mungkin hanya puisi ini bisa berkata
Seraya menyenandungkan asmamu di hamparan sasmita
Muhammad Rosulullah
Kau kekasihku. Kau rembulanku.
Allohumma Sholli ’Ala Muhammad.!

 Usai sudah puisi itu. Sifa sempat terisak namun tak lama, karena langit turut menangis, entah menangis karena apa?
”Ah..” sifa menengadah. ”gerimis” batinnya....
”Sifa..!” pnggil teman-temannya
”Sifa turun, hujan.!!!” Ani, Dini, dan Hilda meminta sifa turun. Hujan semakin deras. Seluruh siswa dan guru berteduh, tapi Sifa tetap tak bergeming berdiri di atas panggung terbuka itu.
”Kenapa badanku panas ? hujan bgini... seharusnya dingin” sifa menengadah ke arah langit dan ia melihat langit tersebut tersenyum
Sifa memblas senyum itu.
”Sifa ..!” panggil teman-temannya lagi
Sifa menoleh dan tersenyum
Stelah itu...
”BRAKK..!!!” bunyi panggung akibat sifa roboh
Sifa pingsan...
”SIFAA!!!” seluruh orang disana histeris. Tapi sifa tak mendengarnya. Ia sibuk sendiri dengan angannya dan imajinasinya. Di seperti menikmati nya
Senandung puisi itu kembali bergema, merembesi setiap pori-pori orang yang mendengar. Membawa sebuah cerita yang begitu indah antara romantika remaja dengan kerinduan pada rosulnya. Cerita itu terbang mengembara dan mencari sosok terbuka yang sadar akan nikmat mencintai sosok mulia yang tak berbias. Sifa sang pecinta dan sang mulia yang memahami spektrum cinta. Romantika remaja. Romantika antara rasa yang metafor namun suci sesuci telaga kautsar...
Sifa pun tersenyum.... ya rosulullah uhibbu fillah




Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Popular Post

Friends

Waktu

Pengunjung

- Copyright © CATATAN ULUL ALBAB -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -