Archive for December 2012
SECUIL HARAPAN YANG SIA-SIA
Meletakkan harapan pada kesempatan saat aq
bertemu dengan mu.
Aq juga sudah berusaha bertahan sampai saat
yang q tunggu itu tiba.
Aq sudah berkali-kali menghitung hari menuju
tiba nya saat itu.
tapi apalah daya.
Keinginan itu mungkin memang terlalu berat
untuk dijadikan kenyataan.
Terlalu berlandaskan ego.
Hingga jadi egois. . .!
Aq disini dan kamu pergi.
Ok lah, aq akan belajar bertahan tanpa itu
semua. . .
Belajar menerima
sekalipun itu sulit,
Belajar untuk tidak
egois,
Juga belajar untuk
tidak menemuimu….
Perpustakaan, 18 desember ‘12
PERJALANAN MEMORI II
cakrawala senja, menemani q merajut hari
untuk saling mengerti
seperti membawa sebatang lilin, untuk
menerangi labirin yang gelap.
sekalipun susah. jalan keluar bisa saja ada
di hadapan mata.
yang penting adalah rasa percaya...
aq percaya pada mu.
dan kamu percaya pada q.
tidak ada yang lebih penting dari hal itu..
rasa percaya yang tidak pura-pura.
disini, aq percaya pada mu...
4, di tempat ini 10-12-2012
PERJALANAN MEMORI I
beriringkan angin samudra itu aku mengenangmu.
mengenang ketiadaan segala hal yang
pernah kita lakukan bersama disini
disini, . .
ada jejak, kesah yang kau bagi pada q.
ada sisa, manis senyum yang kau tebar
buat q
ada bekas, kasih mesra yang kau beri
pada q
Aq tau, kini semua itu sudah punah.
Aq sadar, tak ada lagi waktu untuk
mengulang semuanya.
Aq juga faham, beban yang tak mungkin ku
bantu kamu untuk memikul nya.
mungkin, kini telah haram bagi q
membayangkan segala nya lagi, . .
tapi tentu aq boleh mengenang nya. Kan?
mengulang nya hanya dalam mimpi q?
mengulang nya hanya dalam mimpi q?
mimpi terindah q…
malam kemarin,
08 desember 2012
BILA AKU RINDU PADA MU, ROSUL
Teet...teet....
Bel sekolah telah
berderik nyaring, seluruh sisiwa hiruk-pikuk kembali ke kelas
masing-masing. Dengan gaya
masing-masing mereka mengekspresikan jalannya sekehendak mereka. Ada yang
sambil ngemil, ada yang sambil godain cewek. . . dan yang
lain-lainnya. Sifa pun turut masuk ke kelasnya. Di sini Sifa jadi pemeran
utama, Sifa masuk ke kelas XI IPA 3, kelas tercinta dan tersayang.
Dan...
Pas dia masuk.....
Suasana
kacau.......
”Fa...si Arif lagi
kesengsem ma cewek sebelah ,Fa....!” teriak Rico dari bangku tengah, mungkin si
rico mau laporan, padahal ada yang gak terima lho....
”Eh...siapa yang
bilang kalo yang Arif naksir cewek lain
?” sungut tiara yang terkenal suka ngecengin si Arif. Cuma
sayang CINTA BERTEPUK SEBELAH TANGAN..!
”gue...!”
Rico berdiri gagah
”Eh...lu ya. Ngomong apa-an sih, Arif tuch
kecengan gue. Gak tau apaacahhh…!” sembur Tiara gak terima
do’in ya di bilang naksir cewek lain…
“Hu….. ” koor
seisi ruangan
”Dasar ganjen..!”
”Sst...sst... Arif
datang..!” Roy si ketua kelas ngasih instruksi agar seisi ruangan diem...
segera saja ibarat kerbau di cocok hidungnya seisi ruangan duduk rapih dan sok
JAIM, padahal mereka bukan Aktor or Aktris... so, NORAK ABIS..!
”Ada apa-an sih ?”
tanya Ariif gak ngeh ngeliat suasana
adem-ayem gak karuan
”He...he...he”
hampir semua isi kelas nyengir memelas sok jaga imeg (cuih)
”Ih..pada
gila lu semua ya...” tutur Arif tambah pusing ngeliat teman-temannya
kolokan semua. Aduh ribet ngadepin kelas gak normal
kayak gini.
After that....
Suasana berangsur
normal, gak lagi kacau balau seperti pas bel baru bunyi.
Intinya temen-temen sekelas Sifa sudah gak lagi main
kucing-kucingan. Tapi sayang...
untuk beberapa saat ada sesuatu yang luput dari pantauan yang lain.. yakni
sikap aneh Sifa. Hari ini Sifa si cewek kemayu, imut-imut,
pinter plus smart ini lebih banyak termenung
dengan tatapan kosong yang memebuatnya nampak menanggung beban ber ton-ton di
pundaknya.
Sifa lebih suka
menyorat-nyoret buku tulisnya dari pada peduli sama hal-hal yang temen-temennya
pada lakukan. Dan ternyata
Sifa gak hanya sekedar nyoret, Sifa sedang nulis puisi. Puisii
cinta tepatnya...
Lama...
Tak ada yang
memantau Sifa
Tapi akhirnya....
”Sreet....” bunyi
buku sifa ada yang ngerebut
Rino si biang
jahil merebut buku tulis Sifa yang ada puisi cintanya.
”WOI...SIFA BIKIN
PUISI CINTA !” koar Rico pada teman-teman lainnya.
”HAH..?” Sontak
seluruh siswa terkejut sampe-sampe mulut itu menganga... gak percaya
Sifa yang agamis banget berani nulis puisi, apalagi puisi cinta.
Sifa kaget...
Tulang-tulangnya
terasa lolos semua, hati itu remuk redam melihat Hal yang begitu pribadi
baginya bisa diketahui teman sekelasnya. Meski niatan Rico Cuma untuk menggoda
Sifa, tapi bagi Sifa ini adalah Aib besar. Ia merasa malu, bukan malu pada teman-temannya
melainkan malu pada dirinya sendiri. Ia seharusnya menjelaskan semuanya, tapi sayang semuanya
sudah terlambat. Teman-temannya telah lebih dulu menyorakinya dan tak mau
menerima penjelasnnya
Selama beberapa
mata pelajaran ia terus tercekam oleh perasaan gamang itu, sehinnga terpaksa ia
ingin meluapkan segala emosinya. Ia ingin menangis. Menangis sepuas-puasnya. Sehingga tiada jalan lain...
”Maaf, bapak. Saya
minta izin ke luar” kata Sifa
”Hm” sahut Guru
pengajarnya
Dikamar mandi Sifa
menangis sejadi-jadinya,dia ingin melepaskan beban yang ada. Karena sekarang
harga dirinya telah hancur. Hancur berkeping-keping ibarat mozaik yang tengah
pecah sehingga keindahan itu sirna sudah
”Akau harus
bagaimana ?”
”Apakah semuanya
akan menjadi cap buruk bagiku, padahal bukan itu maksudku. Ya Allah... Apa aku
salah telah mencintainya dan memendanm rindu pada nya..?
***
Ternyata rasa
galau, resah tidak hanya ia rasakan di sekolah saja, sifa membawa perasaan itu
sampai ketika telah ada di rumahnya. Ia terus memikirkan peristiwa tadi siang, baginya itu
bukan masalah sepele. Masak cewek berjilbab lebar gini nulis
puisi cinta buat cowok. Tapi sifa sadar bahwa ia telah menulisnya.
sebenanya Sifa tidak salah, karena siapun yang tahu lelaki yang ditulisi puisi
oleh sifa, pasti akn terpaku dan merasakan hal yang sama dengan Sifa. Hanya saja teman-temannya tidak mengetahui
duduk permasalahannya.
Batin sifa
tertekan....
Tapi tertap saja
si imut ini masih bisa tersenyum, karena sungguh ia amat-sangat mncintai lelaki
tersebut. Baginya lelaki itu adalah bulan dalam gelap malam dan matahari di
bekunya kutub. Jangankan bertemu, menyebut namanya saja ia sudah cukup
merasakan ketentraman yang tak terlukiskan, karena ia adalah lentera bagi hidup
Sifa.
Pagi pun
datang....
Dan Sifa telah bangun
dengan rasa tidak mau kalah oleh kokok-an ayam jantan yang selalu bersenandung
ria di seantero pelataran bumi.
”Alhamdulillahilladzi
ahyana ba’da maa amatanaa wa ilaihin nushur” alunan doa terdengar dari
bibir indah Sifa karena telah di bangunkan dalam keadan sehat dan nikmat
yang bergelora di jiwanya. Meski sejatinya rasa kesal kemarin masih
terpercik di hatinya.
”pagi ini adalah
hari baru, dan aku yakin akan ada jalan keluar untuk mengatasi masalah yang
melandaku. Aku ingi teman-temnku mengetahui apa yang aku maksudkan ”ya Allah
mudahkanlah jalanku”
Dan Allah
mengabulkan do’anya
Di sekolah,
tepatnya di mading sekolah telah terpampang pengumuman akan diadakannya lomba
baca puisi sebagai peringatan tahun baru islam.
”AHA..!” sifa
menjentikkan jarinya ”waktunya menjelaskan pada mereka, tentunya melalui lomba
ini. Dan sampai saat itu tiba aku akan menunggu.”
Tapi dasar
sifa sebentar bahagia, sebentar susah. Lihat saja, entah karena apa
ketika tiba di kelas dia segera dihujani komentar-komentar pedas bin nyebelin
dari Rico cs. jadinya si Sifa malu luar biasa sampe-sampe potret wajahnya
ibarat kepiting rebus, memerah menahan malu.
”ah... si cewek
jatuh cintrong dateng” Ujar Rico
”wuih, bikinin
puisi donk.....buat yayang Arif” Tiara membanyol
”ih...apaan sih lu
tia,!” Arif ga’ terima di katain yayang ma Tiara
”Udah deh,liat
tuh...si imut lagi terlena ma si doi” Roy si bijak pun turut buka suara..
Jadinya si Sifa
kebat-kebit sambil nyariin tempat duduk yang pas. Berhubung
Sifa malu bert otomatis dia gak berani duduk ma
teman-temannya. Akhirnya Sifa terpaksa mojok sendirian. duh tragis !!!
***
Rasa-rasanya waktu
berputar begitu lama. Meski nyatanya waktu berjalan normal, sungguh sifa yang polos
tak bisa membantah atau pun protes. Semuanya ia terima mentah-mentah. Belum
lagi masalah yang akan menerpanya. Dan inilah awal dari perjalanan
Sifa.
Istirahat tiba,
tapi itu sama saja bagi Sifa. Tiada bedanya dengan jam-jam sebelumnya. Sifa pun tak berani keluar kelas
dan Ani, Dini, dan Hilda teman-teman se Aliran dengannya alias golongan
jilbaber lebar menghampirinya.
”kok bisa-bisa nya
kamu menulis puisi cinta buat cowa?” tanya Hilda
”iya, kok bisa
sih. Katanya kita ini di larang pacaran, beukan kah kau yang mengatakannya.?”
sambung Dini
”A..aku.. !” Sifa
tergeragap
”jujur, kami
kecewa padamu Sif... padahal dulu kau yang membuat kami seperti ini. Tapi
sekarang ?” urai Ani penuh rasa kecewa.
”bukan seperti
itu...!”
”terus apa..!?”
bentak Ani,Hilda,dan Dini serempak
Sifa tersentak...
Air mata Sifa
mulai menetes. Sifa tidak pernah merasakan kesepian seperti ini.ia takut
sekaligus marah.
”kenapa kalian
berkata seperti itu...?” kata Sifa terisak-isak ”padahal aku ..aku tidak
bermaksud seperti yang kalian katakan. Aku...Aku hanya.....”
”bruuk ....!!!”
Sifa pingsan
”SIFA !!!” pekik
Ani, Dini,dan Hilda histeris
Perasaan tertuduh
seperti ini tak dapat di tahan oleh hatinya, apalagi sifa merasakan sudah tidak
ada lagi orang yang percaya pada dirinya. Mungkin bagi Rico cs jatuh cinta,
surat-suratan adalah hal biasa, tapi bagi Sifa, Hilda, Ani, dan Dini tingkah
laku seperti tiu sangat di jauhi mereka. Tapi sekarang ? ketika sifa
menghrapkan kepercayaan dari golongannya ia malah dicerca dan dimaki. Rasanya
itu terlalui kejam bagi Sifa.
***
Berbagai tekanan
seperti itu membuat sifa jatuh sakit, entahlah? Apakah sakit Sifa adalah sakit
hati, atau sakit karena penyakit. Hanya saja badan Sifa begitu lemah, sehingga
sudah seminggu Sifa terkapar lemah bekutat dengan sakitnya, padahal dua hari
lagi lomba deklamasi puisi akan di gelar, dan Sifa berniat menceritakan
semuanya pada waktu itu.
”Apakah seperti
ini rasanya kesepian?” Tanyanya dalam hati di tengah-tengah sakitnya...
”Apakah semuanya
harus terjadi seperti ini jika aku mencintaimu? Apakah seorang Sifa tidak boleh
mempunyai orang yang bisa di cintai?”
”Ya...Rosulallah...SalamunAlaik....
Yarofi’asya
Niwaddaraji....
Athfatayyaji.....Rotal’alami......
Ya......Uhailalju
Diwal karomi”
Tanpa sadar Sifa
bersnandung, menyapa kekasih hatinya. Duh Muhammad, Apa kabarmu...? seribu
salam hanya untuk engkau, kerinduan yang ada tak bisa ku tahan....hanya
Shalawat yang bisa ku ucap. Duh...Muhammad,begitu agung asmamu. Begitu indah
kharismamu, maaf bukan maksudku untuk lancang, sungguh aku ngin
memelukmu.......
Di tengah sakitnya
itu Sifa terlelap dan mengembara jauh membawa jiwanya pada suatu padang yang
begitu asing, Sifa sempat takut, tapi tak ada yang perlu dirisaukan perasaan
khawatir itu tiba-tiba menguap, dan hilang tak berbekassehingga perasaan
begitu tenang ia rasakan saat ada di sana.
”Ah....aku di
mana..?” Sifa kebingungan melihat tempat yang tak di kenalnya.
Tenanglah ...kau
di tempat yang aman...
“Siapa kau?“ tanya
Sifa
Lihatlah di belakangmu...
Ah.....
Sifa terkejut.
Disana ada sosok bercahaya yang membuatnya silau, tapi tak jemu untuk
memandangnya. Sosok itu di temani dua orang yang bediri di sampingnya seperti
pengawal yang begitu menghormati tuannya.
Sifa merengsek,
mendekat.....
’’Aku dengar kau
rindu padaku?“ Sosok itu bersuara
“Si....sipa kau“
Sifa terbata-bata
“Aku,Ya aku....!“
sosok itu tersenyum
“Ta....Tapi kamu
siapa?“ Sifa tidak mengerti...........
Sosok itu tesenyum
lagi, duh...Agungnya sosok itu, sosok berkharisma. Sebenarnya Sifa termenung
melihat sosok itu, wajah itu walaupun menyilaukan tapi sangat teduh, terlebih
semerbak harum yang mengelilinginya.sensasi yang begitu indah bisa ia rasakan.
semua kenimatan yang pernah ia terima seakan-akan tak sebanding dengan kenikmatan
memandang sosok itu. Siapakah gerangan...?
’’Aku...Muhammad”
Degg............
”Apa?” Desisinya
terkejut bukan main, perasaannya campur aduk. Ia ingin menangis tapi ia tak
ingin pujaanya melihat air matanya. Ia... gembira. Sangat gembira sehingga
meski air mata itu di tahannya tetap saja matanya nampak sembab berkaca-kaca.
Segenap perasaan
tak tertahankan itu membuat kristal bening merembesi pipi Sifa, ia tidak tahu
harus melakukan apa. Rasanya tubuhnya
melayang, mengangkasa di nirwana sana. Dan air mata itu tumpah sudah...
”:Katanya kau
merindukanku...”
Sifa tak menjawab
”Hei...” Sosok itu
berdiri lembut dan mengelus kening Sifa yang tertutupui jilbab. seperti belaian
kasih seorang ayah pada puterinya.
”Kau ingin bertemu
denganku?”
”He-eh” Sifa
mengangguk...........
Kembali sosok itu
tersenyum, indah. Hanya saja kali ini sosok itu menghilang dari pandangan Sifa.
Sifa kebingungan, ia menolehkan matanya ke seluruh mata angin tapi ia tak
menemukan Rosul itu..... ia pun pasrah pada semua yang akan terjadi, dan
sejujurnya ia amat bahagia bisa bertemu dengan kekasihnya.
Mimpi itu begitu
indah, membawanya pada kebahagiaan yang membuatnya tersenyum. Dan apakah
isyarat dari mimpi itu? Tiada yang tahu. memang mimpi tetaplah mimpi, entah itu
isyarat ataupun bunga tidur. Semuanya hanya terjadi di alam bawah sadar, karena
semuanya akan lenyap bila raga kembali sadar. Namun berbeda dengan Sifa,. Dia
sadar dari tidurnya, lebih tepatnya ia bangun dari tidurnya dengan memori
tentang mimpinya. Mimpi itu
terus terngiang dalam benaknya. Ah.. mungkin begitulah nikmat bertemu dengan
rosul. Siapa yang tidak iri...?
”Apa aku
benar-benar bermimpi dengannya?” tanyanya pada dirinya
”Ya....Rosul, apa
maksud dari semua ini?”
Sifa bangkit,
tubuhnya masih belum begitu pulih, panas di
badannya juga masih terasa. Tapi Sifa teguh untuk bangun...meskipun tubuh itu
masih sempoyongan
***
Hari lomba di
laksanakan.....
”Untuk
memperingati tahun baru Islam, hari ini pihak sekolah mengadakan lomba baca puisi
dengan tema ”Cinta untuk yang halal” Guru agama Sifa, pak Syahri memberikan
pemaparan tentang lomba yang ada.
Deretan peserta
sudah banyak yang siap untuk tampil, semuanya telah mempersiapkan dengan
sunguh-sungguh. Begitu juga Sifa. Sifa nampak kontras dengan peserta lainnya,
wajahnya masih pucat karena sakitnya yang belum sembuh. Tapi itu tidak
membuatnya patah arang. Dengan tekad baja ia masuk sekolah dan mengikuti lomba
ini demi memperkelkan cintanya.
Lombapun di
mulai.......
Naskah di sediakan
pihak panitia, ada yang berisi tentang cinta pada keluarga, saudara-saudara,
juga pada temen-temen.....semuanya tampil dengan begitu memikat. Melakukan
semuanya demi yang terbaik.
Tiba giliran sifa.
Sifa naik ke
pentas. Nampak jelas wajah Sifa yang pucat pasi menahan demam. Dari kejauhan
Ani, Hilda, dan Dini mengawasi gerak-gerik Sifa yang tengah menaiki panggung.
”Sifa..sifa..! kau
ini munafik. Sekarang apalagi yang akan kau lakukan ? Apa kau kira aku dan yang
lain percaya padamu setelah mengikuti lomba baca puisi itu.? Tidak Sifa..!
tidak !!!” perkataan tajam Hilda masih jelas ada di benak sifa ketika tadi pagi
ia bertemu dengan Hilda keika hendak mendaftar pada panitia lomba..
Perasaan sifa
tambah sakit bila mengingatnya. Tapi semua perih dan luka di hati sifa tak
mengurungkan semangatnya untuk maju dan melangkah ke altar suci tempat peraduan
cintanya.
”Assalamualikaum
warahmatullahi wabarakatuh” Sifa mengucap salam mengawali
penampilannya. Tidak tampak sedikitpun rasa gentar dari raut muka Sifa. Mungkin
demi cinta apapun akan dilaksanakannya...!
”Maaf Bapak-Ibu
Guru. Saya tidak akan membacakan puisi yang ada. Saya sudah menyiapkan puisi
untuk diri saya sendiri. Meskipun tak sebagus puisi yang di sediakan. Tapi
ketahuilah bahwa puisi yang akan saya bawakan adalah luapan dari hati saya yang
paling dalam dan tulus.!” kata Sifa seraya mengeluarkan secarik kertas yang
masih terlipat rapih dari sakunya dan membukanya perlahan.
”Bapak..Ibu...!” ucap Sifa lirih seperti merasakan sakit.
”Saya ingin mempersembahkan puisi ini untuk seseorang. Dia adalah pujaan hati
saya.dn sungguh hati ini sangat mrindukannya. Di adalah Panutan, Guru,
sekaligus Kekasih saya.”
Sifa menghela
nafas sejenak dan berkata ”untuk teman-temanku Hilda, Ani, dan Dini perlu
kalian ketahui bahwa aku tidak pernah berkhianat, aku hanya tidak mampu lagi
menahan rinduku pada kekasihku. Dia tidak seperti lelaki biasa, dia adalah
Rosul ku. Dan rosul kalian semua. Dia Muhammad rosululloh. Dan aku sangat
mencintainya...”
”Baik saya akan
mebacakannya judulnya adalah ”kau rembulanku”
Sifa mulai
membacanya. Dengan penuh
penghayatan sifa menyenandungkan dan mengumandangkan perasaan hatinya. Tiada
peduli badan itu lemah, tiada peduli suara tercekat habis, sifa tiada peduli..!
ia hanya ingin menyelesaikan bacaan pusinya:
kau
rembulanku
lelaki
itu ....
penuh
cahaya....
beragam
pertanyaan tak mempu terucap
bila
diri ini menatap wajah itu.
lelaki
itu... Rembulanku
dengan
sejuta amarah aku mengharu biru
mengenang
rasa cintaku
demi
ia, guru,panutan,sekaligus kekasihku.
teringat
jelas
rembulanku
terpekik sakit bila mana orang-orang mencecarnya
terasa
pilu bila kuingat...
wajah
itu penuh darah
bila
mana batu-batu bertebaran menyentuh wajah sucinya.
ya
muhammad, kekasihku.
Kau
adalah kekasih sejatiku.
Aku
iri kekasihku. Aku iri...!!!
Mengapa
aku hanya terdiam kaku. Padahal muhammad tak pernah meragu
Mengapa
aku hanya bisa menangis
Padahal
muhammad tak pernah mengemis
Mungkin
hanya kisah cinta yang bisa bersaksi
Bahwa
kau adalah cinta suciku
Mungkin
hanya puisi ini bisa berkata
Seraya
menyenandungkan asmamu di hamparan sasmita
Muhammad
Rosulullah
Kau
kekasihku. Kau rembulanku.
Allohumma
Sholli ’Ala Muhammad.!
Usai sudah
puisi itu. Sifa sempat terisak namun tak lama, karena langit turut menangis,
entah menangis karena apa?
”Ah..” sifa
menengadah. ”gerimis” batinnya....
”Sifa..!” pnggil
teman-temannya
”Sifa turun,
hujan.!!!” Ani, Dini, dan Hilda meminta sifa turun. Hujan semakin deras.
Seluruh siswa dan guru berteduh, tapi Sifa tetap tak bergeming berdiri di atas
panggung terbuka itu.
”Kenapa badanku
panas ? hujan bgini... seharusnya dingin” sifa menengadah ke arah langit dan ia
melihat langit tersebut tersenyum
Sifa memblas
senyum itu.
”Sifa ..!” panggil
teman-temannya lagi
Sifa menoleh dan
tersenyum
Stelah itu...
”BRAKK..!!!” bunyi
panggung akibat sifa roboh
Sifa pingsan...
”SIFAA!!!” seluruh
orang disana histeris. Tapi sifa tak mendengarnya. Ia sibuk sendiri dengan
angannya dan imajinasinya. Di seperti menikmati nya
Senandung puisi
itu kembali bergema, merembesi setiap pori-pori orang yang mendengar. Membawa
sebuah cerita yang begitu indah antara romantika remaja dengan kerinduan pada
rosulnya. Cerita itu terbang mengembara dan mencari sosok terbuka yang sadar
akan nikmat mencintai sosok mulia yang tak berbias. Sifa sang pecinta dan sang
mulia yang memahami spektrum cinta. Romantika remaja. Romantika antara rasa
yang metafor namun suci sesuci telaga kautsar...
Sifa pun
tersenyum.... ya rosulullah uhibbu fillah